
Jaringan Medkom Subang Pendiri aplikasi pesan instan Telegram, Pavel Durov, mengungkapkan bahwa ia akan mewariskan kekayaannya kepada lebih dari 100 anak biologisnya.
Kekayaan Durov ditaksir mencapai 13,9 miliar dolar AS atau sekitar Rp 227,8 triliun per kurs hari ini (Sabtu, 21/6/2025).
Durov menjelaskan bahwa secara resmi, ia adalah ayah dari enam anak dari tiga pasangan berbeda.
Namun, ia juga menyebut bahwa 15 tahun lalu, ia mulai mendonorkan sperma ke sebuah klinik untuk membantu temannya.
Saat ini, menurut klinik, lebih dari 100 anak di 12 negara yang berbeda telah lahir dari donasi tersebut.
"Mereka semua anakku dan akan punya hak yang sama. Aku tidak mau mereka saling berebut setelah aku tiada," kata Durov, dikutip dari BBC, Sabtu (21/6/2025).
Warisan yang tidak bisa diakses selama 30 tahun
Durov, yang kini tinggal di pengasingan, mengatakan bahwa anak-anaknya tidak akan langsung bisa mengakses warisan tersebut.
Mereka dengan sengaja menetapkan batas waktu hingga usia 30 tahun.
"Saya ingin mereka tumbuh seperti orang biasa. Belajar membangun diri, percaya pada kemampuan sendiri, dan berkarya tanpa bergantung pada uang warisan," katanya.
<failed> CNN, Jumat (20/6/2025), Durov mengatakan bahwa harta kekayaannya ia dapatkan dari investasi di Bitcoin.
"Karena saya tidak menjual Telegram, itu tidak masalah. Saya tidak punya uang sebanyak itu di rekening bank. Aset likuid saya jauh lebih rendah, dan itu tidak berasal dari Telegram. Itu berasal dari investasi saya di bitcoin pada tahun 2013," katanya.
Durov yang kini berusia 40 tahun juga mengaku telah menyusun surat wasiat karena pekerjaannya yang berisiko tinggi.
"Membela kebebasan itu membuatmu punya banyak musuh, termasuk dari negara-negara besar," katanya.
Telegram, aplikasi yang ia dirikan dan dikenal karena fokusnya pada privasi dan enkripsi pesan, kini memiliki lebih dari 1 miliar pengguna aktif bulanan di seluruh dunia.
Menanggapi tuduhan hukum di Prancis
Durov juga menanggapi kasus hukum yang tengah menjeratnya di Prancis.
Pada saat itu, ia ditangkap di bandara Le Bourge, utara Paris pada Sabtu (25/8/2024) terkait kurangnya pengawasan atau penyensoran pada konten di Telegram.
Beberapa tuduhan terhadapnya antara lain gagal bekerja sama dengan penegak hukum terkait perdagangan narkoba, pelecehan seksual terhadap anak, dan penipuan.
Namun, Durov membantah semuanya. Ia menyebut bahwa tuduhan tersebut tidak masuk akal.
"Hanya karena penjahat menggunakan layanan pesan kami dan banyak layanan lainnya, tidak berarti mereka yang menjalankan aplikasi tersebut adalah penjahat," tegasnya.
Durov lahir di Rusia, namun kini menetap di Dubai, tempat kantor pusat Telegram berada. Ia berkewarganegaraan ganda, yaitu Prancis dan Uni Emirat Arab.
Durov pernah mendirikan VKontakte pada tahun 2014. VKontakte adalah jejaring sosial yang populer di Rusia.
Namun, ia mengaku dipecat dari perusahaannya karena menolak permintaan dari pemerintah Rusia (Kremlin) untuk menyensor konten tertentu.
Pada tahun 2013, ia mendirikan Telegram, yang kini masih sangat populer di berbagai negara.
Telegram adalah aplikasi yang memungkinkan pengguna membuat grup hingga beranggotakan 200.000 orang.
Namun, hal ini juga membuatnya dikritik karena memudahkan penyebaran misinformasi dan konten ekstremis, seperti teori konspirasi, propaganda neo-Nazi, pedofilia, hingga konten terkait terorisme.
Awal tahun ini, Durov membela Telegram dari tudingan bahwa aplikasinya lemah dalam memerangi pelecehan anak.
"Sejak 2018, Telegram telah serius menangani isu ini, dari pelarangan konten menggunakan sidik jari digital, tim moderasi khusus, jalur pengaduan dari LSM, hingga laporan transparansi harian. Semuanya bisa diverifikasi," tulisnya di media sosial X (sebelumnya Twitter).
Dia juga menyatakan bahwa pandangan yang mengatakan Telegram tidak melakukan apa-apa dalam menangani konten pornografi anak adalah bentuk manipulasi.
Juru bicara Telegram juga menekankan bahwa platform mereka tidak seperti media sosial lain.
"Telegram tidak efektif untuk menyebarkan konten berbahaya karena tidak menggunakan algoritma yang mempromosikan materi sensasional seperti yang digunakan pada platform lain".
Di Inggris, Telegram menjadi sorotan karena menjadi tempat berkumpulnya kanal-kanal sayap kanan ekstrem yang diduga membantu mengorganisir kekacauan dan kerusuhan di sejumlah kota pada musim panas lalu.
Meskipun Telegram telah menghapus beberapa grup, para pakar keamanan siber menyebut bahwa sistem moderasi Telegram masih tertinggal jauh dibanding media sosial dan aplikasi pesan lainnya.
Namun pihak Telegram membantah keras hal itu. Mereka menyatakan bahwa moderasi mereka tidak lemah, dan memenuhi, bahkan melebihi standar industri.
Telegram juga mengklaim bahwa setiap hari mereka melakukan pemblokiran pada puluhan ribu grup dan kanal, serta menghapus jutaan konten yang melanggar aturan.
"Setiap hari memblokir puluhan ribu grup dan kanal serta menghapus jutaan konten yang melanggar ketentuan layanan, termasuk ajakan kekerasan, penyebaran konten pelecehan anak, dan perdagangan barang ilegal," jelas perwakilan dari pihak Telegram.
Posting Komentar